Rabu, 09 Juni 2010

RESUME BAB 9 PERLINDUNGAN KONSUMEN


BAB I
PENGERTIAN KONSUMEN

1.1 Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara :
· Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan).
o Konsumen adalah semua orang atau masyarakat. Termasuk pelanggan.
o Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu
o produk yang di produksi oleh produsen tertentu.
· Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara :
o Konsumen akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya;
o Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.




1.2 Pengertian Perlindungan Konsumen
Sedangkan pengertian perlindungan konsumen yaitu :
· Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
· GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”


1.3 Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen adalah :
“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”.
Jadi, kesimpulan dari pengertian –pengertian diatas adalah :
Bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.


BAB II
AZAS DAN TUJUAN
2.1 Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :

* Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
* Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
* Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
* Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
* Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
* Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

2.2 Azas Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :

* Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
* Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
* Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
* Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
* Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.


BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN

3.1 Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

* Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
* Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
* Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
* Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
* Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
* Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
* Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
* Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
* Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


3.2 Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :

* Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
* Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
* Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
* Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.



BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
PELAKU USAHA

4.1 Hak Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
Ø hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
Ø hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Ø hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


4.2 Kewajiban Pelaku Usaha

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
Ø beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Ø memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Ø memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Ø menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Ø memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Ø memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.



BAB V
PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

5.1 Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a.Tidak sesuai dengan :
ü standar yang dipersyaratkan;
ü peraturan yang berlaku;
ü ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut :
ü berat bersih;
ü isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
ü kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
ü mutu, tingkatan, komposisi;
ü proses pengolahan;
ü gaya, mode atau penggunaan tertentu;
ü janji yang diberikan;
c.Tidak mencantumkan :
ü tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
ü informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
ü Nama barang;
ü Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
ü Tanggal pembuatan;
ü Aturan pakai;
ü Akibat sampingan;
ü Nama dan alamat pelaku usaha;
ü Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
f.Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :

a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
ü Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
ü Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
ü Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
ü Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
ü Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
g.Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.

3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :

a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.

4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :

a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.

BAB VI
KLAUSAN BAKU DALAM PERJANJIAN

6.1 Klausa Baku dalam Perjanjian
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.




BAB VII
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

7.1 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.“
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”




BAB VIII
SANKSI – SANKSI
8.1 Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :

o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan

· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
· Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
* Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .


DAFTAR PUSTAKA

Kartika S,Elsi dan Advendi.Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi).Grasindo
Bpk. Arus Akbar Silondae, SH., L.L.M. dan Ibu Andi Fariana, S.H., M.H. Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis. Mitra. Wacana Media


SOAL – SOAL

1. “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Merupakan pengertian konsumen menurut ….
a. UU no. 8 tahun 1999 c. UU no. 8 tahun 1998
b. UU no. 9 tahun 1999 d. UU no. 9 tahun 1998
Jawaban : a
2. Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya disebut ….
a. konsumen awal c. konsumen antara
b. konsumen akhir d. konsumen produk
Jawaban : b
3. “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen” disebut ….
a. kode etik perlindungan konsumen c. hak-hak konsumen
b. hukum perlindungan konsumen d. kewajiban konsumen
Jawaban : b
4. Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah sebagai barikut, kecuali ….
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
c. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha
d. memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
Jawaban : d
5. Berikut ini adalah azas-azas perlindungan konsumen, kecuali ….
a. azas manfaat c. azas pemberdayaan
b. azas keadilan d. azas keseimbangan
Jawaban : c
6. Pasal Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang membahas tentang Hak-hak Konsumen yaitu….
a. Pasal 2 c. Pasal 4
b. Pasal 3 d. Pasal 5
Jawaban : d
7. Kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen kecuali ….
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b.jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
c. memberikan informasi yang benar
d. tidak jujur kepada konsumen
Jawaban : d
8. Berikut hak dari pelaku usaha, kecuali ….
a.hak untuk mendapatkan kepuasan konsumen
b.hak untuk menerima pembayaran
c.hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
d.hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Jawaban : a
9. Kewajiban pelaku usaha dalam Perlindungan Konsumen diatur pada UU Perlindungan Konsumen pasal ….
a. Pasal 8 c. Pasal 7
b. Pasal 9 d. Pasal 6
Jawaban : c
10.Berikut ini adalah yang termasuk kedalam hak-hak kosumen, yaitu ….
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
b. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
c. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
d. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Jawaban : a
11.Pasal 5 UU no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen membahas tentang ….
a. hak konsumen c. hak pelaku usaha
b. kewajiban konsumen d. kewajiban pelaku usaha
Jawaban : b
12.Dalam UU no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, Pasala yang mengatur tentang Hak pelaku usaha yaitu ….
a. Pasal 5 c. Pasal 6
b. Pasal 7 d. Pasal 8
Jawaban : c
13.“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”. Merupakan pendapat dari ….
a. Hobbes c. Aristoteles
b. Grotius d. Hornby
Jawaban : d
14.“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Merupakan definisi dari ….
a. perlindungan konsumen c. konsumen
b. hukum perlindungan konsumen d. semua jawaban salah
Jawaban : a
15.Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual merupakan azas ….
a. keseimbangan c. manfaat
b. keadilan d. kepastian hukum
Jawaban : a
16.Tanggung jawab pelaku usaha ialah ….
a. Tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk.
b. Bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
c. Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah.
d. tanggung jawab mutlak yang sudah banyak diterapkan dinegara-negara maju merupakan instrumen hukum yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan terhadap hak-hak konsumen.
Jawab : a
17.Ganti rugi sanksi perdata dalam bentuk, kecuali adalah ….
a. Pengembalian uang
b. Perawatan kesehatan
c. Jaminan asuransi
d. Penggantian barang
Jawab : C
18.Hukuman tambahan yang terdapat dalam sanksi pidana yang paling benar
a.Pengumuman keputusan Hakim, Dilarang memperdagangkan barang dan jasa, Penjara.
b.Pencabuttan izin usaha, Pengumuman keputusan Hakim, Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa.
c.Pencabuttan izin usaha, Pemberian santunan, Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa.
d.Dilarang memperdagangkan barang dan jasa, Penjara, Pengumuman keputusan Hakim,
Jawab : B

19.Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen, kecuali ….
a.Luka berat
b.Sakit berat
c.Kematian
d.Kegagalan
Jawab : D
20.Melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25 akan di kenakan sanksi administrasi maksimal ….
a.2.000.000.000
b.2.000.000
c.200.000.000
d.200.000
Jawab : C
21.Pernyatan yang benar tentang UU perlindungan konsumen pasal 8 pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang atau jasa yang:
a.Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Menyatakan barang dan jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
c.Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain
d.Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
Jawab : D
22.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut, kecuali :
a.Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran.
b.Standar yang dipersyaratkan.
c.Mutu, tingkatan, komposisi.d
d.Isi bersih dan jumlah dalam hitungan.
Jawab : B
23.Dalam pemasangan atau memuat label produksi membuat penjelasan yang paling benar
a.Nama barang, Ukuran, berat/isi bersih, komposisi, Tanggal pembuatan, Aturan pakai.
b.Standar mutu, proses pengolahan, standar yang dipersyaratkan, Aturan pakai.
c.Ukuran, Standar mutu, Tanggal pembuatan, Aturan pakai.
d.Akibat sampingan, Nama barang, Standar mutu, proses pengolahan.
Jawab : A
24.Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu, kecuali:
a.Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b.Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
c.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
d.Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
Jawab : C

25.“Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak”. Peryataan tersebut terdapat dalam UU perlindungan konsumen
a.Pasal 18 ayat 1
b.Pasal 18 ayat 2
c.Pasal 20 ayat 1
d.Pasal 20 ayat 2
Jawab : A
ESSAY
1.Sebutkan dan jelaskan azas-azas perlindungan konsumen !
Jawab :

* Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
* Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
* Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
* Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
* Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Read rest of entry

RESUME BAB 8 HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


HAKI atau juga disebut hak kekayaan intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.

prinsipnya HAKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.

Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;
(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.

Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu :
1. Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a. paten
b. merek
c. desain industri
d. rahasia dagang
e. desain tata letak terpadu
2. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.

Dasar Hukum

•Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
•Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
•Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
•Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
•Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
•Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
•Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
•Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty



Ruang lingkup HAKI :
1. Hak Cipta
2. Paten
3. Merek
4. Desain Industri
5. Rahasia Dagang

1. Hak Cipta
adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.


Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.

Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.

UU yang mengatur Hak Cipta :
 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
 UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
 UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
 UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

2. Paten
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 1).


Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. Proses;
b. Hasil produksi;
c. Penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.


Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.


Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).


Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.


3. Merk Dagang (Trademark)

Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yangmemiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.


Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).


Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

4. Desain industri
Seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun.

5. Rahasia Dagang
Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.


Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.


Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
Read rest of entry

RESUMA BAB 7 WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN


I. Kewajiban Pendaftarannya
a. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
b. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
c. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
d. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).

II. Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
a. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
c. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
d. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
e. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.

III. Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan
a. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
b. Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

IV. Tujuan dan Sifat
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
· Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
· 1. )Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
· 2.) Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
3.) Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
· 4.) Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).

V. Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
Read rest of entry

RESUME BAB 6 PENGERTIAN PERDAGANGAN & HUKUM DAGANG


Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh keuntungan. Pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi aneka macam pekerjaan, misalnya :
a. Pekerjaan orang-perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
b. Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Firma (Fa, Perseroan Komanditer dan sebagainya guna memajukan perdagangan.
c. Pengangkutan untuk kepentingan lalu-lintas niaga baik di darat, di laut maupun di udara.
d. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
e. Perantaraan bankir untuk membelanjai perdagangan.
f. Mempergunakan surat perniagaan (wesel, cek, aksep) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Perdagangan mempunyai tugas untuk :
a. Membawa / memindahkan barang-barang dari tempat-tempat yang berkelebihan (surplus) ke tempat-tempat yang kekurangan (minus).
b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.
c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

Orang membagi jenis perdagangan itu :
1) Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang :
a. Perdagangan mengumpulkan (produsen-tengkulak-pedagang besar-eksportir).
b. Perdagangan menyebarkan (importir-pedagang besar-pedagang menengah-konsumen).
2) Menurut jenis barang yang diperdagangkan :
Perdagangan barang (yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia, misal hasil pertanian, pertambangan, pabrik).
Perdagangan buku, musik, kesenian.
Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek).
3) Menurut daerah, tempat perdagangan dijalankan :
a. Perdagangan dalam negeri.
b. Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), yang meliputi perdagangan ekspor dan perdagangan impor.
c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito).
Selain perdagangan, terdapat pula perniagaan (handelszaak). Usaha perniagaan adalah segala usaha kegiatan baik aktif maupun pasif, termasuk juga segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan tertentu, yang kesemuanya itu dimaksud untuk memperoleh keuntungan.
Adapun usaha-usaha perniagaan itu meliputi :
1) Benda-benda yang dapat diraba, dilihat serta hak-hak seperti :
a. Gedung / kantor perusahaan.
b. Perlengkapan kantor, misal mesin hitung / tulis dan alat-alat lainnya.
c. Gudang beserta barang-barang yang disimpan di dalamnya.
d. Penagihan-penagihan.
e. Utang-utang.
2) Para langganan.
3) Rahasia-rahasia perusahaan.

SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG DAN SISTEMATIKA HUKUM DAGANG

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Read rest of entry