Siapapun tahu bahwa selepas Ramadhan ada hari raya Idul Fitri, hari yang istimewa dan penuh kegembiraan. Seluruh umat Islam sejagat larut dalam kemenangan. Wajah-wajah sumringah dengan tubuh dililit pakaian-pakaian yang indah dari biasanya. Bebagai panganan enak-enak pun terhidang di setiap rumah. Rasanya hari itu tak ada kesedihan. Kalau pun ada tangisan adalah tangisan kesedihan.
Namun dari semua keindahan tersebut, ada yang jauh lebih penting. Bukan keindahan semu yang kita pahami dari rangkaian puasa dan Idul Fitri. Bukan pula terjebak dalam kesenangan pragmatis. Sebab akan terasa percuma jika kita mengekang hawa nafsu selama sebulan itu namun perilaku dan kebiasaan kita setelahnya justru berlawanan dengan nilai Ramadhan dan Idul Fitri sendiri. Jika ini terjadi, maka Ramadhan dan Idul Fitri hanyalah ritual tahunan yang mungkin tak berdampak apa-apa.
Jangan sampai karena memaknai kemengan tersebut menjadikan kita berperilaku tidak rasional. Sudah jamak kita saksikan menjelang Idul Fitri. Di sana- sini kerumunan orang membelanjakan uangnya secara jor-joran (konsumtif), entah digunakan untuk membeli pakaian, panganan atau lainnya. Hamper semua tempat dagang penuh sesak. Mulai dari pasar-pasar tradisional, supermarket hingga mal-mal besar. Semuanya di persiapkan agar Idul Fitri lebih semarak dan lengkap. Mirisnya, tak sedikit orng tua yang kurang mampu kadang merelakan dirinya berhutang agar bisa menyenangkan anak-anaknya di hari raya.
Ramadhan belum usai, namun nafsu konsumtif sudah menguasai kita. Ini satu tanda bahwa betapa susahnya mengendalikan nafsu padahal hakekat justru terkalahkan oleh hal-hal yang sebenarnya bukan prinsip.
Memang sah-sah saja mencurahkan kesenangan atau kebahagiaan dengan pakaian yang indah dan menghidangkan beragam panganan, namun tak perlulah berlebihan apalagi sampai berhutang untuk mengadakannya. Karena sesunggguhnya kita malah terjebak pada perayaan tanpa memahami esensi Ramadhan dan idul Fitri itu sendiri. Makna keduanya bukanlah menuruti nafsu dengan hura-hura atau foya-foya sebagai manifestasi pencapaian materi melainkan menata hati. Selanjutnya jika kita mampu menata hati, tentu akan bisa bersikap rasional. Sebab menahan nafsu bukanlah pada siang hari di bulan Ramadhan belaka, akan tetapi mesti diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga bermanfaat….. amieenn.
0 komentar:
Posting Komentar